Program Studi S1 Keperawatan UMM bertekad
menghasilkan lulusan Sarjana Keperawatan profesional dan kompeten di
bidang keperawatan dengan memiliki kekokohan intelektual, kedalaman
spiritual, moral yang tinggi dan ketrampilan yang handal. Paradigma
model pembelajaran dengan prinsip Student-Centered Learning (SCL) yang
konsekuensinya adalah dosen sebagai fasilitator dan motivator dengan
menyediakan beberapa strategi belajar yang memungkinkan mahasiswa
(bersama dosen) memilih, menemukan dan menyusun pengetahuan serta cara
mengembangkan ketrampilannya (Method of inquiry and discovery).
Beban studi yang harus ditempuh mahasiswa sebanyak 146 sks, dalam
periode 7-8 semester, yang diselenggarakan di kelas, laboratorium
keperawatan dengan desain mini hospital sebagai penunjang yang berbasis
IT, serta early exposure ke rumah sakit dan komunitas sebagai upaya
untuk menambah ketrampilan dalam mempersiapkan program profesi
mahasiswa.
Program Studi S1 Keperawatan didukung oleh staff dosen professional
dengan kualifikasi Magister Keperawatan dan Spesialis Keperawatan
Maternity, Community, Infant and Children, Management, Medical Surgical
serta Mental Health yang berasal dari Flinders University Australia,
Kasetsart university Thailand serta Universitas-universitas Terkemuka
di Indonesia.
Definisi Keperawatan
“Perawat adalah mereka yang memiliki
kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang
dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan.” (UU Kesehatan No.
23, 1992)
Menurut (Effendy, 1995), “Perawatan
adalah pelayanan essensial yang diberikan oleh perawat terhadap individu,
keluarga dan masyarakat. Pelayanan yang diberikan adalah upaya mencapai derajat
kesehatan semaksimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki dalam
menjalankan kegiatan di bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
dengan menggunakan proses keperawatan.”
Merawat mempunyai suatu posisi
sentral. Merawat merupakan suatu kegiatan dalam ruang lingkup yang luas yang
dapat menyangkut diri kita sendiri, menyangkut sesuatu yang lain dan menyangkut
lingkungan. Jika kita merawat sesuatu, kita menginginkan hasil yang dicapai
akan memuaskan. Jadi kita akan selalu berusaha untuk mencapai sesuatu
keseimbangan antara keinginan kita dan hasil yang akan diperoleh.
Sejarah Keperawatan di Indonesia
Sejarah perkembangan
keperawatan di Indonesia telah banyak dipengaruhi oleh kolonial penjajah
diantaranya Jepang, Belanda, dan Inggris. Dalam perkembangannya di
Indonesia dibagi menjadi dua masa diantaranya:
Pertama, masa sebelum kemerdekaan, pada masa itu negara Indonesia masih
dalam penjajahan Belanda. Perawat berasal dari Indonesia disebut sebagai verpleger dengan dibantu oleh zieken oppaser sebagai penjaga
orang sakit, perawat tersebut pertama kali bekerja di rumah sakit Binnen
Hospital yang terletak di Jakarta pada tahun 1799 yang ditugaskan untuk
memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda, sehingga akhirnya pada masa
Belanda terbentuklah dinas kesehatan tentara dan dinas kesehatan rakyat.
Mengingat tujuan pendirian rumah sakit hanya untuk kepentingan Belanda,
maka tidak diikuti perkembangan dalam keperawatan. Kemudian pada masa
penjajahan Inggris yaitu Rafless, mereka memperhatikan kesehatan rakyat
dengan moto kesehatan adalah milik manusia dan pada saat itu pula telah
diadakan berbagai usaha dalam memelihara kesehatan diantaranya usaha pengadaan
pencacaran secara umum, membenahi cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa
dan memperhatikan kesehatan pada para tawanan.
Beberapa rumah sakit dibangun khususnya di Jakarta yaitu pada tahun 1819,
didirikan rumah sakit Stadsverband, kemudian pada tahun 1919 rumah sakit
tersebut pindah ke Salemba dan sekarang dikenal dengan nama RSCM (Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo), kemudian diikuti rumah sakit milik swasta. Pada
tahun 1942-1945 terjadi kekalahan tentara sekutu dan kedatangan tentara
Jepang. Perkembangan keperawatan mengalami kemunduran.
Kedua, masa
setelah kemerdekaan, pada tahun 1949 telah banyak rumah sakit yang didirikan
serta balai pengobatan dan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga
kesehatan pada tahun 1952 didirikan sekolah perawat, kemudian pada tahun
1962 telah dibuka pendidikan keperawatan setara dengan diploma. Pada tahun
1985 untuk pertama kalinya dibuka pendidikan keperawatan setingkat dengan
sarjana yang dilaksanakan di Universitas Indonesia dengan nama Program
Studi Ilmu Keperawatan dan akhirnya dengan berkembangnya Ilmu Keperawatan,
maka menjadi sebuah Fakultas Ilmu keperawatan dan beberapa tahun kemudian
diikuti berdirinya pendidikan keperawatan setingkat S1 di berbagai universitas
di Indonesia seperti di Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan lain-lain.
Dampak Sejarah terhadap Profil Perawat di Indonesia
Sejarah adalah setiap peristiwa atau kejadian di masa lampau yang menyenangkan
maupun memilukan. Sejarah bukan sebatas cerita untuk generasi mendatang yang
ditulis sekadar untuk dihafalkan. Setiap manusia memiliki sejarah
masing-masing, baik yang bersifat individual, komunal, maupun nasional. Sama
halnya dengan sejarah perjuangan bangsa. Kemerdekaan yang diraih bukan hanya
melibatkan tentara, tetapi juga seluruh elemen bangsa. Mulai dari pemimpin
sampai rakyat jelata, orang tua sampai anak-anak. Semuanya bahu-membahu
berjuang dengan semangat patriotisme.
Sejarah
akan mewarnai masa depan. Apa yang terjadi di masa sekarang dipengaruhi
oleh sejarah pada masa sebelumnya. Kesuksesan yang diraih seseorang dalam
hidupnya merupakan hasil atau buah dari keuletan dan perjuangannya di masa
lalu. Contohnya adalah negara Jepang. Negara tersebut menjadi salah satu
negara yang pesat perekonomiannya. Keberhasilan ini salah satunya dipengaruhi
oleh semangat bangsa ini untuk terus maju dan meningkatkan produktivitasnya.
Teori yang sama berlaku pula di negara kita. Keterpurukan yang dialami bangsa
Indonesia di hampir segala bidang disebabkan oleh perilaku korup yang telah
mendarah daging di negara ini sejak dulu.
Sistem hegemoni yang diterapkan oleh bangsa Eropa selama menjajah Indonesia
telah memberi dampak yang sangat besar pada seluruh lini kehidupan,
termasuk profesi perawat. Posisi Indonesia sebagai negara yang terjajah (subaltern) menyebabkan
kita selalu berada pada kondisi yang tertekan, lemah, dan tidak berdaya. Kita
cenderung menuruti apa saja yang menjadi keinginan penjajah. Situasi ini terus
berlanjut dalam kurun waktu yang lama sehingga terbentuk suatu formasi
kultural. Kultur di dalamnya mencakup pola perilaku, pola pikir, dan pola
bertindak. Formasi kultural ini terus terpelihara dari generasi ke
generasi sehingga menjadi sesuatu yang superorganic. Sejarah
keperawatan di Indonesia pun tidak lepas dari pengaruh penjajahan. Kali ini,
penulis mencoba menganalisis mengapa masyarakat menganggap perawat sebagai pembantu
profesi kesehatan lain, dalam hal ini profesi dokter. Ini ada kaitannya dengan
konsep hegemoni. Seperti dijelaskan di awal, perawat awalnya direkrut dari
Boemi Putera yang tidak lain adalah kaum terjajah, sedangkan dokter didatangkan
dari negara Belanda, sebab pada saat itu di Indonesia belum ada sekolah
kedokteran. Sesuai dengan konsep hegemoni, posisi perawat di sini adalah
sebagai subaltern yang terus-menerus berada dalam cengkeraman
kekuasaan dokter Belanda (penjajah). Kondisi ini menyebabkan perawat berada
pada posisi yang termarjinalkan. Keadaan ini berlangsung selama berabad-abad
sampai akhirnya terbentuk formasi kultural pada tubuh perawat.
Posisi perawat
sebagai subaltern yang tunduk dan patuh mengikuti apa keinginan
penjajah lama-kelamaan menjadi bagian dari karakter pribadi perawat.
Akibatnya, muncul stigma di masyarakat yang menyebut perawat sebagai pembantu
dokter. Karena stigma tersebut, peran dan posisi perawat di masyarakat semakin
termarjinalkan. Kondisi semacam ini telah membentuk karakter dalam diri perawat
yang pada akhirnya berpengaruh pada profesi keperawatan secara umum. Perawat
menjadi sosok tenaga kesehatan yang tidak mempunyai kejelasan wewenang atau
ruang lingkup. Orientasi tugas perawat dalam hal ini bukan untuk membantu
klien mencapai derajat kesehatan yang optimal, melainkan membantu pekerjaan
dokter. Perawat tidak diakui sebagai suatu profesi, melainkan pekerjaan di
bidang kesehatan yang aktivitasnya bukan didasarkan atas ilmu, tetapi atas
perintah atau instruksi dokter, sebuah rutinitas belaka. Pada akhirnya, timbul
sikap manut perawat terhadap dokter.
Dampak lain yang tidak
kalah penting adalah berkembangnya perilaku profesional yang keliru dari
diri perawat. Ada sebagian perawat yang menjalankan praktik pengobatan
yang sebenarnya merupakan kewenangan dokter. Realitas seperti ini sering
kita temui di masyarakat. Uniknya, sebutan untuk perawat pun beragam. Perawat
laki-laki biasa disebut mantri, sedangkanperawat perempuan disebut suster. Ketimpangan ini
terjadi karena perawat sering kali diposisikan sebagai pembantu dokter. Akibatnya,
perawat terbiasa bekerja layaknya seorang dokter, padahal
lingkup kewenangan kedua profesi ini berbeda.
Tidak
menutup kemungkinan, fenomena seperti ini masih terus berlangsung hingga kini.
Hal ini tentunya akan menghambat upaya pengembangan keperawatan menjadi
profesi kesehatan yang profesional. Seperti kita ketahui, kultur yang
sudah terinternalisasi akan sulit untuk diubah. Dibutuhkan persamaan
persepsi dan cita-cita antar perawat serta kemauan profesi lain untuk
menerima dan mengakui perawat sebagai sebuah profesi kesehatan yang profesional.
Tentunya kita berharap pengakuan ini bukan sekedar wacana, tetapi harus
terealisasikan dalam kehidupan profesional.
Paradigma yang kemudian
terbentuk karena kondisi ini adalah pandangan bahwa perawat merupakan bagian
dari dokter. Dengan demikian, dokter berhak "mengendalikan"
aktivitas perawat terhadap klien. Perawat menjadi perpanjangan tangan
dokter dan berada pada posisi submisif. Kondisi seperti ini sering
kali temui dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit.Salah satu penyebabnya
adalah masih belum berfungsinya sistem kolaborasi antara dokter dan
perawat dengan benar.
Jika
kita cermati lebih jauh, hal yang berlaku justru sebaliknya. Dokter seharusnya
merupakan bagian dari perawatan klien. Seperti kita ketahui, perawat
merupakan tenaga kesehatan yang paling sering dan paling lama berinteraksi
dengan klien. Asuhan keperawatan yang diberikan pun sepanjang rentang
sehat-sakit. Dengan demikian, perawat adalah pihak yang paling
mengetahui perkembangan kondisi kesehatan klien secara menyeluruh
dan bertanggung jawab atas klien. Sudah selayaknya jika profesi kesehatan
lain meminta "izin" terlebih dahulu kepada perawat sebelum
berinteraksi dengan klien. Hal yang sama juga berlaku untuk keputusan
memulangkan klien. Klien baru boleh pulang setelah perawat menyatakan
kondisinya memungkinkan.Walaupun program terapi sudah dianggap selesai,
program perawatan masih terus berlanjut karena lingkup keperawatan bukan hanya
pada saat klien sakit, tetapi juga setelah kondisi klien sehat.
Tren Keperawatan Sekarang dan Masa Depan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi di segala bidang termasuk bidang kesehatan, peningkatan status
ekonomi masyarakat, peningkatan perhatian terhadap pelaksanaan hak asasi
manusia, kesadaran masyarakan akan kebutuhan kesehatan mengakibatkan masyarakat
semakin sadar akan pentingnya hidup sehat dan melahirkan tuntutan akan
pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Pergeseran akan fenomena tersebut,
telah mengubah sifat pelayanan keperawatan dari pelayanan vokasional yang hanya
berdasarkan keterampilan belaka kepada pelayanan profesional yang berpijak pada
penguasaan iptek keperawatan dan spesialisasi dalam pelayanan keperawatan.
Fokus peran dan fungsi perawat
bergeser dari penekanan aspek kuratif kepada peran aspek preventif dan promotif
tanpa meninggalkan peran kuratif dan rehabilitatif. Kondisi ini menuntut upaya
kongkrit dari profesi keperawatan, yaitu profesionalisme keperawatan. Proses
ini meliputi pembenahan pelayanan keperawatan dan mengoptimalkan penggunaan
proses keperawatan, pengembangan dan penataan pendidikan keperawatan dan juga
antisipasi organisasi profesi (PPNI).
1. Pengembangan dan
Penataan Pendidikan Keperawatan
Meningkatnya
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang profesional, telah
memicu perawat untuk terus mengembangkan dirinya dalam berbagai bidang,
terutama penataan sistem pendidikan keperawatan.
Oleh karena itu profesi keperawatan dengan landasan
yang kokoh perlu memperhatikan wawasan keilmuan, orientasi pendidikan, dan
kerangka konsep pendidikan.
a) Wawasan Keilmuan
Pada tingkat pendidikan akademi,
penggunaan kurikulum D III keperawatan 1999, merupakan wujud dari pembenahan
kualitas lulusan keperawatan. Wujud ini dapat dilihat dengan adanya:
• Mata Kuliah Umum (MKU), yaitu: Pendidikan Agama dan Pancasila.
• Mata Kuliah Dasar Keahliah (MKDK), yaitu: Anatomi, Fisiologi.
• Mata Kuliah Umum (MKU), yaitu: Pendidikan Agama dan Pancasila.
• Mata Kuliah Dasar Keahliah (MKDK), yaitu: Anatomi, Fisiologi.
•
Mata Kuliah Keahlian (MKK), yaitu: KDK, KDM I dan II.
Demikian juga halnya dengan tingkat
pendidikan S1 Keperawatan, yaitu dengan berlakunya kurikulum Ners pada tahun
1998. Sementara itu, di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
(FIK-UI) telah dibuka S2 Keperawatan untuk Studi Manajemen Keperawatan,
Keperawatan Maternitas dan Keperawatan Komunitas. Dan selanjutnya akan dibuka
Studi S2 Keperawatan Jiwa dan Keperawatan Medikal Bedah.
Dapat disimpulkan bahwa saat ini
perkembangan keperawatan diarahkan kepada profesionalisme dengan spesialisasi
bidang keperawatan.
b) Orientasi Pendidikan
Pendidkan
keperawatan bagaimanapun akan tetap berorientasi pada pengembangan pengetahuan
dan teknologi. Artinya pengalaman belajar baik kelas, laboratorium dan lapangan
tetap mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memanfaatkan
segala ilmu yang memungkinkan penguasaan iptek.
c) Kerangka Konsep
Berpikir
ilmiah pembiasaan sikap dan tingkah laku profesional, belajar aktif, pendidikan
di lingkungan masyarakat serta penguasaan iptek keperawatan merupakan
karakteristik dari pendidikan profesional keperawatan.
2. Perkembangan
Pelayanan Keperawatan
Perubahan adat
pelayanan dari vokasional menjadi perawat dengan fokus asuhan keperawatan
dengan peran preventif dan promotif tanpa melupakan peran kreatif dan
rehabilitatif harus didukung dengan
peningkatan sumber daya manusia dibidang keperawatan. Sehingga pada
pelaksaan pemberian sumber keperawatan dapat terjadinya pelayanan yang efisien,
efektif, serta berkualitas. Selanjtunya, saat ini juga telah berkembang berbagai
model prektis keperawatan profesional, seperti :
Ø
Praktik keperawatan di rumah sakit kesehatan.
Ø
Praktik keperawatan di rumah (home caffe).
Ø
Praktik keperawatan berkelompok (nursing home).
Ø
Praktik keperawatan perorangan, yaitu melalui keputusan Kepmenkes No. 647
tahun 2000, yang kemudian di revisi menjadi Kepmenkes No. 1239 tahun 2001
tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan.
Tantangan Perawat Pada Era Reformasi Saat Ini
Keperawatan
adalah profesi yang mulia jika dilakukan dengan penuh keikhlasan, namun dalam
menjalani profesi keperawatan tidak cukup hanya mengandalkan sikap ikhlas saja,
akan tetapi diperlukan pengetahuan, wawasan,
serta sikap
yang professional sebagai seorang perawat. Hal itu sangat penting karena dalam
menjalankan profesi keperawatan banyak tantangan-tantangan yang harus di hadapi
oleh perawat sesuai dengan perannya.
“Evolusi
perkembangan sistem pelayanan kesehatan telah mengubah peran dan tanggung jawab
perawat secara signifikan. Dalam perkembangan lebih lanjut, perawat dituntut
untuk bertanggung jawab memberikan praktik keperawatan
yang aman dan efektif serta bekerja dalam lingkungan yang memiliki standar
klinik yang tinggi.” (Mahlmeister, 1999).
Profesionalisme keperawatan merupakan proses dinamis dimana profesi keperawatan yang
telah terbentuk (1984) mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik
sesuai dengan tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat. Proses
profesionalisasi merupakan proses pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan,
dinilai dan diterima secara spontan oleh masyarakat. Profesi keperawatan, merupakan
profesi yang
sudah mendapatkan pengakuan dari profesi lain, dituntut untuk mengembangkan
dirinya untuk berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia agar keberadaannya mendapat pengakuan dari
masyarakat. Untuk mewujudkan pengakuan tersebut, maka perawat masih harus
memperjuangkan langkah-langkah profesionalisme sesuai dengan keadaan dan
lingkungan sosial di Indonesia.
Proses ini
merupakan tantangan bagi perawat Indonesia dan perlu dipersiapkan dengan baik,
berencana, berkelanjutan dan tentunya memerlukan waktu yang lama.
Indonesia telah
memasuki era baru, yaitu era reformasi yang ditandai dengan perubahan-perubahan
yang cepat disegala bidang, menuju kepada keadaan yang lebih baik. Di bidang
kesehatan tuntutan reformasi total muncul karena masih adanya ketimpangan hasil
pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, kurangnya kemandirian
dalam pembangunan bangsa dan derajat kesehatan masyarakat yang masih tertinggal
di bandingkan dengan negara tetangga. Reformasi bidang kesehatan juga
diperlukan karena adanya lima fenomena utama yang mempunyai pengaruh besar
terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan yaitu perubahan pada dinamika
kependudukan, temuan substansial IPTEK kesehatan/kedokteran, tantangan global,
perubahan lingkungan dan demokrasi disegala bidang. (Dikutip dari : Nursalam,
MN)
Institusi
pendidikan keperawatan sangat bertanggung
jawab dan
berperan penting dalam rangka melahirkan generasi perawat yang berkualitas dan
berdedikasi. Sejalan dengan berkembangnya institusi pendidikan keperawatan di
Indonesia ibarat “jamur yang tumbuh di musim penghujan” sejak tahun 1998
Institusi pendidikan keperawatan di tanah air sudah berjumlah “ribuan” Intitusi keperawatan berdiri di
tanah air. Motivasi dari pendirian insitusi inipun sangat bervariasi dari alasan
“Bisnis”sampai dengan “Sosial”.
Yang kemudian
menjadi pertanyaan dan keganjilan adalah banyaknya pemilik dan pengelola
insititusi pendidikan keperawatan ini yang sama sekali tidak memiliki pemahaman
yang cukup tentang keperawatan baik secara disiplin ilmu atau profesi. Ini
menjadi penyebab rendahnya mutu lulusan dari pendidikan keperawatan yang ada.
Hal ini dapat
di ukur dengan kalah bersaingnya para perawat Indonesia bila
di bandingkan dengan negara-negara lain seperti Philipines dan India. Pemicu
yang paling nyata adalah karena dalam sistem pendidikan keperawatan kita masih menggunakan “Bahasa Indonesia” sebagai
pengantar dalam proses pendidikan. Hal tersebut yang membuat perawat kita kalah bersaing di
tingkat global.
Kecenderungan
Peran Organisasi Profesi Dimasa Akan Datang
Tujuan dari
sebuah reformasi adalah tercapainya suatu kondisi perubahan
ke arah yang lebih baik. Perubahan keperawatan dalam hal
ini tentu bertujuan dalam rangka untuk mengobarkan semangat perubahan secara
multisektoral dalam dunia keperawatan nasional. Sektor keperawatan yang di
maksud adalah meliputi:
1.
Perubahan
Institusi Pendidikan Keperawatan
2.
Perubahan
Sistem Pelayanan dan Standarisasi Praktik dan Reward Tenaga Keperawatan
3.
Perubahan
Organisasi Profesi dan Birokrasi Keperawatan
Reformasi
insitusi pendidikan keperawatan harus dilakukan secara total antara lain dengan
tahapan langkah-langkah sebagai berikut :
a.Standarisasi jenjang, kualitas/ mutu,
dari institusi pendidikan keperawatan.
b.Merubah bahasa pengantar dalam
pendidikan keperawatan dengan menggunakan Bahasa Inggris.
c.Menutup Insitusi Pendidikan Keperawatan yang tidak berkualitas.
d.Insitusi Pendidikan Keperawatan
harus di pimpin oleh seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan
keperawatan.
e.Standarisasi kurikulum dan
evaluasi bertahan terhadap staf pengajar di insitusi pendidikan keperawatan
f.Semua dosen dan staf pengajar di institusi
pendidikan keperawatan harus mampu berbahasa inggris secara aktif.
g.Memberantas segala jenis KKN di
isntitusi pendidikan dari mulai perizinan, penerimaan mahasiswa, proses
pendidikan dan akreditasi serta proses kelulusan mahasiswa.
Sebagai
profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual,
interpersonal kemampuan teknis dan moral. Dengan demikian diharapkan terjadi
perubahan besar yang mendasar dalam upaya berpartisipasi aktif mensukseskan
program pemerintah dan berwawasan yang luas tentang profesi keperawatan.
Perubahan tersebut bisa dicapai apabila pendidikan tinggi keperawatan tersebut
dilaksanakan dengan memperhatikan perkembangan pelayanan dan program
pembangunan kesehatan seiring dengan perkembangan IPTEK bidang kesehatan/ keperawatan
serta diperlukan proses pembelajaran baik institusi pendidikan maupun
pengalaman belajar klinik di rumah sakit dan komunitas. (Dikutip dari :
Nursalam, MN).
Praktik
keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesional masyarakat penggunaan
pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar serta ilmu
keperawatan sebagai landasan untuk melakukan pengkajian, menegakkan diagnostik,
menyusun perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan, dan mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk menentukan
tindakan selanjutnya. Selain memiliki kemampuan intelektual, interpersonal dan
teknikal, perawat juga harus mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan
bersedia menanggung risiko, bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap
tindakan yang dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya
sendiri.
Tapi yang
terjadi di lapangan sangat memilukan, banyak sekali rekan-rekan perawat yang melakukan “Praktik
Pelayanan Kedokteran dan Pengobatan” yang sangat tidak relevan dengan ilmu
keperawatan itu sendiri. Hal tersebut telah membuat profesi perawat di pandang rendah oleh
profesi lain. Banyak hal yang menyebabkan hal ini berlangsung berlarut-larut
antara lain :
a.
Kurangnya
kesadaran diri dan pengetahuan dari individu perawat itu sendiri.
b.
Tidak
jelasnya aturan yang ada serta tidak tegasnya komitmen penegakan hukum di Negara Republik Indonesia.
c.
Minimnya pendapatan secara finansial dari rekan-rekan perawat secara
umum.
d.
Kurang
perannya organisasi profesi dalam membantu pemecahan permasalah tersebut.
e.
Rendahnya
pengetahuan masyarakat, terutama di daerah yang masih menganggap bahwa perawat juga tidak berbeda dengan dokter
atau petugas
kesehatan yang lain.
Sementara itu
dunia Pelayanan keperawatan di rumah sakit juga masih sangat jauh dari nyaman,
rekan-rekan perawat diperas bekerja selama 24 jam satu hari dalam 2 atau 3 sift
sedangkan pendapatan mereka masih sangat jauh dari memadai. Sekarang sudah
saatnya perawat di Indonesia berteriak dan meminta gaji sama
seperti rekan-rekan perawat yang bekerja di Jepang , Korea atau negara-negara maju lainnya.
Dapat
disimpulkan bahwa menghadapi tantangan yang sangat berat tersebut, diperlukan
perawat dengan sikap yang selalu dilandasi oleh kaidah etik profesi. Upaya yang
paling strategis untuk dapat menghasilkan perawat profesional melalui
pendidikan keperawatan profesional dan beberapa langkah yang telah disebutkan
diatas. (Dikutip dari Tulisan Nursalam, MN “Dalam Pembangunan yang berwawasan
Kesehatan”).
Beberapa contoh
di atas lebih disebabkan karena selama ini kita dianggap kecil oleh profesi
lain dan kita tidak pernah bersuara secara bersama-sama, yakinlah bahwa tidak akan ada rumah sakit
tanpa profesi perawat. Perawat sangat diperlukan dan dibutuhkan dalam
pelayanan kesehatan.
Kita harus
berani untuk berbicara karena keadilan itu harus ditegakkan, yang harus segera dilaksanakan
adalah :
a.
Penentuan standarisasi
gaji buat perawat tentu setelah melalui uji kompetensi.
b.
Mengirim jumlah
perawat
secara eksodus ke luar negeri sehingga jumlah perawat di tanah air akan lebih sedikit,
sehingga akan berlaku hukum ekonomi (apabila
permintaan lebih
banyak dari penawaran harga akan naik). Ini telah terjadi di
Philipines sehingga di sana seorang dokter spesialis, pengacara, arsitek akan meninggalkan profesinya
dan kuliah di keperawatan karena profesi perawat begitu sangat terhormat.
c.
Memberikan
sanksi kepada rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan yang
tidak memberi gaji sesuai dengan standar.
Pada akhirnya,
reformasi memerlukan keberanian dan ketabahan yang lebih besar. Dalam reformasi
keperawatan,
kita berhadapan dengan kebiasaan-kebiasaan buruk yang sudah berurat berakar
pada diri sendiri, pada diri kita masing-masing. Dalam reformasi keperawatan, kita harus mempelajari
kebiasaan-kebiasaan baru, seperti sikap profesional,
demokratis,
toleran, hormat kepada hak asasi manusia (siapa pun dia) tidak melakkukan
perilaku yang KKN serta hormat kepada lingkungan alamiah kita, yang lebih
sesuai dengan tuntutan sebuah zaman baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar